PERCOBAAN 1
CARA PEMERIKSAAN TELUR CACING PADA SAMPEL
TANAH
I.
TUJUAN
1.
Dapat
mengetahui cara pemeriksaan telur cacing pada tanah.
2.
Dapat
mengamati berbagai macam telur cacing dari jenis tanah yang berbeda.
II.
DASAR
TEORI
Nematoda adalah cacing yang tidak bersegmen, bilateral
simetris, mempunyai saluran cerna yang berfungsi penuh, biasanya berbentuk
silindris serta panjangnya bervariasi dari beberapa milimeter hingga lebih dari
satu meter. Semua Nematoda yang menginfeksi manusia mempunyai jenis kelamin
terpisah, yang jantan biasanya lebih kecil daripada yang betina. Nematoda dapat
dibedakan menjadi 2 yaitu Nematoda jaringan dan Nematoda usus.
Diantara nematoda usus terdapat sejumlah spesies yang
ditularkan melalui tanah (Soil Transmitted Helminths), diantaranya adalah Ascaris
lumbricoides,Trichuris trichiura, Necator americanus,
dan Ancylostoma duodenale dan Strongyloides stercoralis (Gandahusada,1998).
Manusia merupakan satu-satunya hospes Ascaris
lumbricoides. Penyakitnya disebut askariasis. Cacing dewasa bebentuk silinder
dengan ujung yang meruncing. Stadium dewasa hidup di rongga usus halus. Betina
berukuran 6 7 dengan panjang 20-35 cm dan tebal 3-6 mm. Jantan lebih kecil,
panjang 12-31 cm dan tebal 2-4 mm dengan ujung melengkung, seperti yang ada
pada gambar 1. 7 Seekor cacing betina dapat bertelur sebanyak 100.000-200.000
butir sehari terdiri atas telur yang dibuahi dan yang tidak dibuahi. Ukuran telur
cacing dengan panjang 60-70 μm dan lebar 40-50 μm . Dalam lingkungan yang
sesuai. Bentuk infektif ini bila tertelan manusia, akan menetas menjadi larva
di usus halus, larva tersebut menembus dinding usus menuju pembuluh darah atau
saluran limfa dan di alirkan ke jantung lalu mengikuti aliran darah ke
paru-paru menembus dinding pembuluh darah, lalu melalui dinding alveolus masuk
rongga alveolus, kemudian naik ke trachea melalui bronchiolus dan bronchus.
Dari trachea larva menuju ke faring, sehingga menimbulkan rangsangan batuk,
kemudian tertelan masuk ke dalam esofagus lalu menuju ke usus halus, tumbuh
menjadi cacing dewasa. Proses tersebut memerlukan waktu kurang lebih 2 bulan
sejak tertelan sampai menjadi cacing dewasa (Sandy S, & Irmanto M, 2014).
Cacing tambang dapat berkembang secara
optimal pada tanah berpasir yang hangat dan lembab, telur di tanah tumbuh dan
berkembang menjadi embrio dalam 24-48 jam pada suhu 23 sampai 30 °C dan menetas
menjadi larva. Larva 10 filaform yang menembus kulit dapat menyebabkan ground
itch. Perubahan pada paru biasanya ringan. Tiap cacing N.americanus menyebabkan
kehilangan darah sebanyak 0,005-0,1 cc sehari, sedangkan A.duodenale 0,08-0,34
cc. Pada infeksi kronik atau infeksi berat terjadi anemia hipokrom mikrositer.
Cacing tambang biasanya tidak menyebabkan kematian, tetapi daya tahan berkurang
dan kognitif menurun (Didik, 2012).
Manusia merupakan hospes cacing Trichuris
trichiura. Penyakit yang disebabkannya disebut trikiuriasis. Cacing betina
panjangnya sekitar 5 cm dan yang jantan sekitar 4 cm. Bagian anterior langsing
seperti cambuk, panjangnya kira-kira 3/5 dari panjang seluruh tubuh. Bagian
posterior bentuknya lebih gemuk, pada cacing 11 betina bentuknya membulat
tumpul. Pada cacing jantan melingkar dan terdapat satu spikulum. Cacing dewasa
hidup di kolon asendens dengan bagian anteriornya masuk ke dalam mukosa usus.
Satu ekor cacing betina dapat menghasilkan telur sehari 3.000-5.000 butir
(Chadijah, 2013).
Trichuris trichiura lebih dikenal dengan nama
cacing cambuk karcna secara menyeluruh bentuknya seperti cambuk. Infeksi dengan
cacing cambuk (trichuriasis) lebih sering terjadi di daerah panas, lembab dan
sering bersama-sama dengan infeksi Ascaris. Sampai saat ini dikenal lebih dari
20 spesies Trichuris spp, namun yang menginfeksi manusia hanya Trichuris
trichiura dan Trichuris vu/pis. Cacing ini dapat menyebabkan gangguan kesehatan
pada manusia bila menginfeksi dalam jumlah yang banyak. Apabila jumlahnya sedikit,
pasien biasanya tidak akan terpengaruh dengan adanya cacing ini. Penyakit yang
disebabkan cacing ini dinamakan trichuriasis atau trichocephaliasis. Pcnyakit
ini terutama terjadi di daerah subtropis dan tropis , dimana kebersihan
lingkungannya buruk serta iklim yang hangat dan lembab memungkinkan telur dari
parasit ini mengeram di dalam tanah (Slamet,2002).
III.
ALAT
DAN BAHAN
Alat yang digunakan :
1.
Saringan
kawat kasa (1 buah)
2.
Alat
pemusing (1 buah)
3.
Tabung
sentrifuse (2 buah)
4.
Kaca
tutup (ukuran 24, 32mm) (1 buah)
Bahan yang digunakan :
1.
Larutan
hipoklorit 30% (40 mL)
2.
Larutan
sulfas magnesium
3.
Sampel
tanah (10
gr )
IV.
CARA
KERJA
1.
Disaring
100 gram sampel dengan saringan kawat
2.
5 gram
tanah yang sudah disaring dimasukkan ke dalam tabung sentrifuse. Ditambahkan 20
mL larutan hipoklorit ke dalam tabung yang berisi tanah, diaduk dan didiamkan
selama 1 jam
3.
Dipusingkan
pada kecepatan putar 2000 rpm selama 2 menit, cairan supernatan dibuang
4.
Ditambahkan
air ke dalam tabung dan pusing kembali 2 kali untuk tiap kali 2 menit pada
kecepatan putar yang sama
5.
Cairan
supernatan dibuang dan ditambahkan larutan sulfas magnesium dengan berat jenis
1,260 (2,82 gr/mL)
6.
Diaduk
dengan aplikator
7.
Dipusingkan
pada kecepatan putar 2500 rpm (x 750 g) selama 5 menit
8.
Ditambahkan
larutan sulfas magnesium secara hati –hati sampai mengisi penuh tabung
9.
Didiamkan
beberapa menit
10. Secara hati -hati kaca tutup diletakkan
sampai kontak dengan permukaan larutan sulfas magnesium dan kemudian kaca tutup
diangkat perlahan- lahan ke atas dan diletakkan kaca tutup yang mengandung
cairan di atas kaca benda
11. Diperiksa dengan mikroskop
V.
Hasil
pengamatan
Gambar Cacing
|
Jenis cacing
|
|
Diphyllobothorium latum
(sampel tanah daerah matesih, karanganyar)
|
|
Ascaris lumbricoides
(sampel tanah daerah Purwosari)
|
|
Ancylostoma duodenale
(Sampel tanah di F. MIPA UNS)
|
VI.
Pembahasan
Tujuan dari praktikum kali ini adalah Dapat
mengetahui cara pemeriksaan telur cacing pada tanah. Dapat mengamati berbagai
macam telur cacing dari jenis tanah yang berbeda.
Prinsip dari praktikum kali ini yang pertama
adalah menyaring tanah yang sudah diambil, ditambahkan larutan hipoklorit 30 %.
Kemudian diputar pada sentrifuse dengan kecepatan 2000 RPM dan akan mengendap,
setelah itu ditambahkan MgSO4 dan diputar kembali dengan kecepatan
2500 RPM, bila mengandung telur cacing maka akan mengapung. Kemudian
ditambahkan MgSO4 sampai penuh dan ditutup dengan objek gelas
beberapa menit agar telur caing menempel pada objek gelas sehingga dapat
diperiksa pada mikroskop.
Prinsip sentrifus bekerja
seperti komedi putar. Prinsipnya yakni dengan meletakkan sampel pada suatu gaya
dengan memutar sampel pada kecepatan tinggi, sehingga terjadi pengendapan
partikel, atau organel-organel sel berdasarkan bobot molekulnya. Substansi yang
lebih berat akan berada di dasar, sedangkan substansi yang lebih ringan akan
terletak di atas Substansi hasil sentrifugasi terbagi menjadi dua, yaitu
supernatan dan pelet. Supernatan adalah substansi hasil sentrifugasi yang
memiliki bobot jenis yang lebih rendah. Posisi dari substansi ini berada pada
lapisan atas dan warnanya lebih jernih. Sementara pelet adalah substansi hasil
sentrifugasi yang memiliki bobot jenis yang lebih tinggi. Posisisnya berada
pada bagian bawah (berupa endapan) dan warnanya lebih keruh.
Hal pertama yang harus dilakukan adalah
menyaring 100 gram tanah dengan saringan kawat kasa. Penyaringan dilakukan
untuk memperkecil ukuran partikel tanah yang akan diperiksa & mempermudah
kelarutan tanah sehingga lebih mudah dilakukan pemeriksaan. 5 gram tanah yang
sudah disaring dimasukka ke dalam tabung sentrifuse, ditambahkan 20 mL larutan
hiploklorit 30 % untuk proses presipitasi atau pengendapan. Kemudian pusing
pada kecepatan 2000 rpm selama 2 menit agar diperoleh supernatan yaitu bagian
yang berada di atas permukaan cairan setelah dipusingkan. Kemudian supernatan
dibuang. Ditambahkan larutan Sulfas Magnesium, larutan Magnesium sulfas
mempunyai berat jenis yang lebih ringan dibanding dengan telur parasit sehingga
telur parasit akan mengendap.
Dari hasil pemeriksaan dengan mikroskop di dapatkan hasil sampel tanah
yang berasal dari matesih mengandung cacing Diphyllobottorium
latum. Diphyllobothrium
latum disebut juga dengan Difilobatriasis
atau Penyakit Cacing Pita adalah salah satu jenis penyakit cacing
yang paling berbahaya. Bentuk cacingnya pipih seperti pita, bisa mencapai
panjang 3 – 10 meter dan hebatnya walau dipotong-potong, cacing ini masih bisa hidup.
Bibit cacing terutama banyak ditemukan didalam daging babi dan daging sapi. Ditemukan pada usus halus
manusia, anjing, kucing, babi, beruang, mamalia pemakan ikan. Cacing memiliki
ukuran 2-12 m warna abu-abu kekuningan dengan bagian tengah berwarna gelap
(berisi uterusdan telur). Testis dan gld. Vitellaria terletak di lateral,
ovarium di tengah berlobus 2. Uterus berbentuk bunga di tengah dan membuka di
ventral. Porus uterus terletak disebelah porus genitalis. Telur keluar terus
menerus di tinja dengan ukuran 67-71 x 40-51 μ.
Cacing dewasa
memiliki beribu-ribu proglotid (bagian yang mengandung telur) dan panjangnya
sampai 450-900 cm. Telurnya dikeluarkan dari proglotid di dalam usus dan
dibuang melalui tinja. Telur akan mengeram dalam air tawar dan menghasilkan
embrio, yang akan termakan oleh krustasea (binatang berkulit keras seperti
udang, kepiting). Selanjutnya krustasea dimakan oleh ikan. Manusia terinfeksi
bila memakan ikan air tawar terinfeksi yang mentah atau yang dimasak belum
sampai matang.
Ciri-ciri
·
Merupakan jenis
cacing pita yang hidup sebagai parasit pada manusia, anjing, kucing dan
serigala.
·
Sebagai inang
perantaranya adalah katak sawah (Rana cancrivora), ikan dan Cyclops.
·
Menyebabkan Diphyllobothriasis.
·
Daerah penyebarannya
meliputi wilayah eropa, afrika, amerika utara dan jepang.
Pada sampel tanah di daerah Purwosari
terdapat cacing Ascaris Lumbricoides. Ascaris lumbricoides adalah
salah satu jenis cacing nematoda intestinalis dengan ukuran
terbesar yang menginfeksi manusia. Penyakit yang disebabkan cacing ini disebutaskariasis.
Parasit ini bersifat kosmopolit, yaitu tersebar di seluruh dunia, terutama di
daerah tropis dengan kelembaban cukup tinggi.
Morfologi Ascaris
Lumbricoides :
Cacing Ascaris
lumbricoides mempunyai bentuk tubuh silindris dengan ujung anterior lancip.
Bagian anteriornya dilengkapi tiga bibir (triplet) yang tumbuh dengan sempurna.
Cacing betina panjangnya 20-35 cm, sedangkan cacing jantan panjangnya 15-31 cm.
Pada cacing jantan, ujung posteriornya lancip dan melengkung ke arah ventral
dan dilengkapipepil kecil serta dua buah spekulum berukuran 2 mm.
Cacing betina posteriornya membulat dan lurus, dan sepertiga bagian anterior
tubuhnya terdapat cincin kopulasi, tubuhnya berwarna putih sampai kuning
kecoklatan dan diselubungi oleh lapisan kutikula bergaris halus.
Telur
cacing ini memiliki empat bentuk, yaitu tipe dibuahi (fertrilized), tidak
dibuahi (afertilized), matang, dan dekortikasi. Telur yang dibuahi
berukuran 60 x 45 mikron dengan dua lapis dinding tebal. Lapisan luar terdiri
dari jaringan albuminoid, sedangkan lapisan dalam jernih. Isi telur
berupa massa sel telur. Sel telur yang tidak dibuahi berbentuk lonjong dan
lebih panjang daripada tipe yang dibuahi ukurannya 90 x 40 mikron, dengan
dinding luar yang lebih tipis. Isi telur berupa massa granula refraktil. Telur
matang berisi larva (embrio), tipe ini menjadi infelatif setelah
berada di tanah ±3 minggu. Telur yang dekortikasi tidak dibuahi, namun lapisan
luar yaitu albuminoid sudah hilang.
Daur Hidup Ascaris
Lumbricoides :
Cacing
betina menghasilkan 200 ribu butir per hari. Telur Ascaris lumbricoides
berkembang dengan baik pada tanah liat dengan kelembaban tinggi pada suhu
25°-30° C. Pada kondisi ini, telur tumbuh menjadi bentuk infektif (mengandung
larva) dalam waktu 2-3 minggu. Telur yang infektif bila tertelan manusia akan
menetas menjadi larva di usus halus. Larva menembus dinding usus halus menuju
pembuluh darah atau saluran limpa, kemudian terbawa oleh darah sampai ke
jantung dan menuju paru-paru. Larva di paru-paru menembus dinding alveolus dan
masuk ke rongga alveolus dan naik ke trakea. Dari trakea larva menuju ke faring
dan menimbulkan iritasi. Penderita akan batuk karena rangsangan larva ini.
Larva di faring tertelan dan terbawa ke esofagus, sampai di usus halus, dan
menjadi dewasa. Dari telur matang yang tertelan sampai menjadi cacing dewasa
membutuhkan waktu kurang lebih 2 bulan.
Ciri- ciri telur fertil cacing Ascaris lumbricoides :
Bentuk oval, ukuran : panjang 45-75 µm dan diameternya 35-50 µm.
Mempunyai 3 dinding lapis yaitu: lapisan luar yang tebal barkelok-kelok(
lapisan albumin) dan lapisan kedua dan ketiga yang halus (lapisan hialin
dan vitelin). Telur berisi embrio. Berwarna kuning kecoklatan. Ciri- ciri telur
infertil Ascaris lumbricoides : Bentuk oval memanjang, ukuran :
panjang 88-94 µm,diamternya 40-45 µm. Dinding hanya 2 lapis
yaitu lapisan albumn dan hialin. Telur berisi granula refraktil.
Dan pada sampel tanah
di F.MIPA terdapat cacing Ancylostoma
duodenale. Cacing
dewasa hidup di rongga usus halus manusia, dengan mulut yang melekat pada
mukosa dinding usus. Ancylostoma duodenale ukurannya lebih besar dari Necator americanus. Yang betina
ukurannya 10-13 mm x 0,6 mm, yang jantan 8-11 x 0,5 mm, bentuknya menyerupai
huruf C, Necator americanus berbentuk huruf S, yang betina 9 – 11 x 0,4 mm dan
yang jantan 7 – 9 x 0,3 mm. Rongga mulut A.duodenale mempunyai dua pasang gigi,
N.americanus mempunyai sepasang benda kitin. Alat kelamin jantan adalah tunggal
yang disebut bursa copalatrix. A.duodenale betina dalam satu hari dapat
bertelur 10.000 butir, sedang N.americanus 9.000 butir. Telur dari kedua
spesies ini tidak dapat dibedakan, ukurannya 40 – 60 mikron, bentuk lonjong
dengan dinding tipis dan jernih. Ovum dari telur yang baru dikeluarkan tidak
bersegmen. Di tanah dengan suhu optimum23oC - 33oC, ovum akan berkembang
menjadi 2, 4, dan 8 lobus. Seekor cacing tambang dapat
menyebabkan kehilangan darah sebanyak 0,2 ml setiap harinya. Cacing dewasa
dapat hidup di usus selama satu hingga lima tahun di mana cacing
betina memproduksi telur. Pada infeksi ringan hanya sedikit sekali kehilangan
darahnya tetapi pada infeksi berat dapat menimbulkan pendarahan hebat,
kekurangan zat besi dan berat badan turun drastis.
Seekor cacing tambang dewasa
dapat bertelur antara 10.000-30.000 telur per 24 jam. Telur ini akan bertahan
lama di tanah yang lembab, sejuk dan di sekitar pohon yang rindang yang
biasanya terdapat di daerah perkebunan. Untuk telur cacing tambang akan
dikeluarkan bersama feses. Ketika berada di dalam tanah akan menetas dalam
waktu 1-2 hari dan kemudian akan menjadi larva “Rabditiiti Form”. Pada hari ke-3 “Rabeniti Forem” akan
menjadi “Filari Form”. Dalam bentuk ini dapat hidup di tanah selama
8 minggu. Dalam waktu kisaran tersebut akan terinjak kaki dan akan menembus
kulit dan menuju ke kapiler darah. Telur keluar bersama tinja, dalam waktu 1 – 2
hari telur akan berubah menjadi larva rabditiform (menetas ditanah yang basah
dengan temperatur yang optimal untuk tumbuhnya telur adalah 23 – 300 C.
Larva rabditiform makan zat organisme dalam tanah dalam waktu 5 – 8 hari
membesar sampai dua kali lipat menjadi larva filariform, dapat tahan diluar
sampai dua minggu, bila dalam waktu tersebut tidak segera menemukan host, maka
larva akan mati. larva filariform masuk kedalam tubuh host melalui pembuluh
darah balik atau pembuluh darah limfa, maka larva akan sampai ke jantung kanan.
Dari jantung kanan menuju ke paru – paru, kemudian alveoli ke broncus, ke
trakea dan apabila manusia tersedak maka larva akan masuk ke oesophagus lalu ke
usus halus (siklus ini berlangsung kurang lebih dalam waktu dua minggu).
VII.
Kesimpulan
1.
Diantara nematoda
usus terdapat sejumlah spesies yang ditularkan melalui tanah (Soil Transmitted
Helminths), diantaranya adalah Ascaris lumbricoides,Trichuris
trichiura, Necator americanus, Ancylostoma duodenale dan
Strongyloides stercoralis
2.
Pada sampel tanah di
daerah Matesih terdapat cacing tanah Diphyllobottorium latum.
3.
Pada sampel tanah di
daerah Purwosari terdapat cacing tanah Ascaris lumbricoides
4.
Pada sampel tanah di
F.MIPA UNS terdapat cacing tanah Ancylostoma duodenale
5.
Prinsip sentrifus bekerja seperti komedi putar. Prinsipnya
yakni dengan meletakkan sampel pada suatu gaya dengan memutar sampel pada
kecepatan tinggi, sehingga terjadi pengendapan partikel, atau
organel-organel sel berdasarkan bobot molekulnya.
VIII.
Daftar Pustaka
Chadijah.
2013. Kejadian penyakit cacing usus di Kota Palu dan
Kabupaten Donggala,
Sulawesi Tengah. Jurnal Epidemiologi dan Penyakit
Bersumber Binatang.
ISSN.Vol.4 (4) : 181-187.
Didik
Sumanto.2012. UJI PAPARAN TELUR CACING TAMBANG PADA TANAH
HALAMAN RUMAH. Seminar Hasil-Hasil Penelitian – LPPM UNIMUS. ISBN :
978-602-18809-0-6.
Gandahusada.1998.
Parasitologi kedokteran. Jakarta: Balai
Penerbitan FKUI
Sandy, S. dan Irmanto, M. Analisis model faktor risiko infeksi cacing
gelang
(Ascaris lumbricoides)
pada murid SD di Distrik Arso Kabupaten Keerom
Papua. Jurnal Epidemiologi dan Penyakit
Bersumber Binatang. ISSN. Vol.5 (1) :
35-42.
Slamet.2002. Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta :
Gadjah Mada University Press.
Mengetahui
Surakarta, 26 November 2015
Asisten Praktikum Praktikan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar