Entri yang Diunggulkan

FARMAKOLOGI 1 : MAKALAH DASAR TERAPI ANTIDOTE

MAKALAH FARMAKOLOGI DASAR TERAPI ANTIDOTE Di susun oleh : Dina Istiana                             ( M35140 14 ) Fiqri Yusuf...

Senin, 11 Januari 2016

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI & PARASITOLOGI : CARA PEMERIKSAAN TELUR CACING PADA JARI- JARI TANGAN

PERCOBAAN II
CARA PEMERIKSAAN TELUR CACING PADA JARI - JARI TANGAN
I.                   TUJUAN
1.      Dapat melakukan pemeriksaan telur cacing pada jari- jari tangan
2.      Dapat menentukan jenis telur cacing pada jari- jari tangan
II.                DASAR TEORI
Penyakit infeksi cacing merupakan salah satu penyakit yang masih banyak terjadi pada penduduk didaerah tropis dan sub tropis termasuk Indonesia. Infeksi cacing usus yang ditularkan melalui tanah disebut dengan Soil Transmitted Helminth (STH). Penyakit yang disebabkan oleh cacing STH dapat menyebabkan gangguan penyerapan gizi, anemia, gangguan pertumbuhan dan menurunkan kecerdasan pada anak serta penurunan produktivitas pada orang dewasa, tetapi karena infeksi yang terjadi sering tanpa gejala, sehingga penyakit ini kurang mendapat perhatian (Nurul dkk, 2015).
Angka kejadian infeksi Soil Transmitted Helminths di Indonesia masih cukup tinggi. Angka tersebut pada siswa sekolah dasar mencapai 60-80%. Infeksi Soil Transmitted Helminths merupakan masalah kesehatan di daerah tropis dan subtropis. Banyaknya penderita yang terinfeksi lebih dari satu spesies cacing usus seperti Ascaris, Trichuris dan cacing tambang. Ascariasis dapat mengakibatkan protein energy malnutrition. Pada anak-anak yang diinfeksi 13-14 cacing dewasa dapat kehilangan 4 gram protein dari diet yang mengandung 35-50 gram protein/hari. Sedangkan infeksi Trichuris trichiura dapat menyebabkan anemia, malnutrisi dan diare pada anak-anak dengan infeksi berat.
Di daerah tropis, tanah lembab dan terlindung dari sinar matahari merupakan kondisi yang baik untuk tetap berlangsungnya transmisi Ascaris secara terus menerus. Tanah liat merupakan tempat yang baik untuk perkembangan telur Ascaris dan tetap infektif di sekitar genangan air karena terhindar dari kekeringan. Bila terkena hujan, air bercampur tanah menyebar ke tanaman sayuran atau buah-buahan yang selanjutnya ikut termakan atau beterbangan di udara dan akan mencemari lingkungan. Di daerah dengan kondisi sanitasi yang jelek dan penduduk padat prevalensinya akan meningkat. Kasusnya lebih sering pada anak-anak terutama umur 5-9 tahun dibandingkan dengan orang dewasa. Faktor lain yang berperan adalah pengetahuan, sikap, dan perilaku sehat masyarakat terhadap infeksi Soil Transmitted Helminths (Liena, 2010).
Di Indonesia penyakit kecacingan pada anak usia Sekolah Dasar masih merupakan masalah besar atau masih merupakan masalah kesehatan masyarakat karena prevalensinya yang masih sangat tinggi yaitu kurang lebih antara 45-65 %, bahkan diwilayah-wilayah tertentu yang sanitasi yang buruk prevalensi kecacingan bisa mencapai 80% (Junaidi, 2014).
Enterobius vermicularis adalah cacing yang dapat masuk ke tubuh melalui makanan, pakaian, bantal, sprai serta inhalasi debu yang mengandung telur yang kemudian akan bersarang di usus dan akan dihancurkan oleh enzim usus, telur yang lolos akan berkembang menjadi larva dewasa (Sandjaja, 2007).
Penyebaran cacing kremi atau Enterobius vermicularis lebih luas daripada cacing lain. Penularan dapat terjadi pada suatu keluarga atau kelompok-kelompok yang hidup dalam satu lingkungan yang sama (asrama, rumah piatu). Telur cacing dapat diisolasi dari debu di ruangan sekolah atau kafetaria sekolah dan mungkin ini menjadi sumber infeksi bagi anak-anak sekolah. Di berbagai rumah tangga dengan beberapa anggota keluarga yang mengandung Enterobiasis vermicularisdapat ditemukan (92%) di lantai, meja, kursi, bufet, tempat duduk kakus (toilet seats), bak mandi, alas kasur, pakaian, dan tilam (Gandahusada, 1998).
III.             ALAT DAN BAHAN
Alat yang digunakan :
1.      Kaca benda                 (4 buah)
2.      Kaca Tutup                 (4 buah)
3.      Cawan petri                 (4 buah)
4.      Pinset                          (4 buah)
5.      Kain kasa (5cmx5cm) (4 buah)
6.      Pipet dan balon karet  (4 buah)
7.      Tabung sentrifuse        (4 buah)
Bahan yang digunakan :
1.      Larutan NaOH 0,25% (32 mL)
IV.             CARA KERJA
1.      Kain kasa dicelupkan dalam larutan NaOH yang terdapat dalam cawan petri
2.      Jari- jari tangan dibersihkan dengan cara menghapuskan kain kasa yang sudah basah. Dicelupkan beberapa kali kain kasa yang kotor ke dalam cawan petri yang mengandung larutan NaOH dengan memakai pinset
3.      Dimasukkan larutan NaOH yang kotor ke dalam tabung sentrifuse
4.      Tabung dipusingkan pada kecepatan putar 2000 rpm (x 600 g) selama 3 menit
5.      Dituang keluar cairan supernatan
6.      Di ambil sedimen dengan pipet, di letakkan pada kaca benda, kemudian ditutup dengan kaca tutup
7.      Diperiksa dengan mikroskop
V.                HASIL PENGAMATAN

NO
SAMPEL
HASIL
GAMBAR
1.
Sampel (a)
Larva Cacing Taenia Saginata

Sampel (b)
Telur Cacing Ascarislumbricoides yang berembrio

Sampel (c)
Negatif

Sampel (d)
Negatif
2
Sampel (a)
Negatif

Sampel (b)
Negatif

Sampel (c)
Negatif

Sampel (d)
Negatif
(Perbesaran 100 x)

3
Sampel (a)
Negatif

Sampel (b)
Negatif

Sampel (c)
Negatif

Sampel (d)
Negatif

VI.             PEMBAHASAN
Tujuan dari praktikum kali ini adalah dapat melakukan pemeriksaan telur cacing pada jari- jari tangan, dapat menentukan jenis telur cacing pada jari- jari tangan. Yang pertama dilakukan adalah mencelupkan kain kasa ke dalam larutan NaOH 0,25 % yang terdapat dalam cawan petri. Kemudian jari- jari tangan dibersihkan dengan cara mengusap/menghapus dengan kain kasa tadi. Setelah itu kain kasa di peras. Tujuan  digunakan larutan NaOH untuk fiksasi agar partikel atau organel yang ada di tangan melekat pada larutan NaOH 0,25 %. Larutan NaOH tadi dimasukkan ke dalam tabung sentrifuse dan di pusingkan pada kecepatan putar 2000 rpm selama 3 menit. Ditunag cairan supernatan dan diambil sedimen dengan pipet. Sedimen diletakkan pada kaca benda dan ditutup dengan kaca tutup. Setelah itu diamati dengan mikroskop.
Prinsip sentrifus bekerja seperti komedi putar. Prinsipnya yakni dengan meletakkan sampel pada suatu gaya dengan memutar sampel pada kecepatan tinggi, sehingga terjadi pengendapan partikel, atau organel- organel sel berdasarkan bobot molekulnya. Substansi yang lebih berat akan berada di dasar, sedangkan substansi yang lebih ringan akan terletak di atas. Substansi hasil sentrifugasi terbagi menjadi dua, yaitu supernatan dan pelet. Supernatan adalah substansi hasil sentrifugasi yang memiliki bobot jenis yang lebih rendah. Posisi dari substansi ini berada pada lapisan atas dan warnanya lebih jernih. Sementara pelet adalah substansi hasil sentrifugasi yang memiliki bobot jenis yang lebih tinggi. Posisinya berada pada bagian bawah (berupa endapan) dan warnanya lebih keruh.
Dari hasil pengamatan dengan mikroskop didapatkan hasil pada pada sampel 1 (a) terdapat larva cacing pita (Taenia Saginata). Taenia saginata adalah raksasa di antara semua cacing parasit. Panjang taenia saginata bisa mencapai 8 meter, hampir sepanjang saluran pencernaan manusia dewasa. Cacing pita ini berwarna putih pucat, tanpa mulut, tanpa anus dan tanpa saluran pencernaan. Badannya tidak berongga dan terdiri dari segmen-segmen berukuran 1x 1,5 cm. Taenia saginata bisa hidup sampai 25 tahun di dalam usus inangnya. Cacing pita sapi memiliki siklus yang rumit dan berakhir pada manusia sebagai inang tetapnya. Cacing pita dewasa melepaskan telur-telurnya bersama segmen badannya. Segmen ini bila mengering di udara luar akan melepaskan telur-telur cacing yang dapat termakan oleh sapi saat merumput. Enzim pencernaan sapi membuat telur menetas dan melepaskan zigot yang kemudian menembus lapisan mukosa saluran pencernaan untuk memasuki sirkulasi darah. Dari pembuluh darah, zigot akan menetap di otot membentuk kista, seperti pada cacing cambuk. Bila daging sapi berisi kista tersebut dimakan manusia dalam keadaaan mentah atau setengah matang, enzim-enzim pencernaan akan memecah kista dan melepaskan larva cacing. Selanjutnya, larva cacing yang menempel di usus kecil akan berkembang hingga mencapai 5 meter dalam waktu tiga bulan.
Cacing taenea saginata sering ditemukan di Negara yang penduduknya banyak makan daging sapi atau kerbau. Cara penduduk makan daging tersebut yaitu matang, setengah matang atau bahkan mentah tanpa pemasakan. Cara makan dan cara pemeliharaan ternak inilah yang kemudian menjadi berperan dalam proses terjadinya infeksi cacing taenia.
Cacing pita Taenia dapat menimbulkan penyakit yang disebut taeniasis dan sistiserkosis. Gejala klinis terbanyak yang dikeluhkan adalah :
·         Pengeluaran segmen tubuh cacing dalam fesesnya (95%)
·         Gatal-gatal pada anus (77%)
·         Mual (46%)
·         Pusing (42%)
·         Peningkatan nafsu makan (30%)
·         Sakit kepala (26%)
·         Diare (18%)
·         Lemah (17%)
·         Merasa lapar (16%)
·         Sembelit (11%)
·         Penurunan berat badan (6%)
·         Rasa tidak enak di lambung (5%)
·         Letih (4%)
·         Muntah (4%)
·         Tidak ada selera makan saat lapar (1%)
·         Pegal-pegal pada otot (1%)
·         Nyeri di perut, mengantuk, serta kejang-kejang, gelisah, gatal-gatal di kulit dan      
          gangguan pernapasan (masing-masing <1%).
Cara untuk mencegah agar tidak menderita gangguan yang disebabkan oleh Taenia saginata antara lain sebagai berikut :
§  Tidak makan makanan mentah (sayuran,daging babi, daging sapi dan dagiikan), buah dan melon dikonsumsi setelah dicuci bersih dengan air.
§  Minum air yang sudah dimasak mendidih baru aman.
§  Menjaga kebersihan diri, sering gunting kuku, membiasakan cuci tangan menjelang makan atau sesudah buang air besar.
§  Tidak boleh buang air kecil/besar di sembarang tempat, tidak menjadikan tinja segar sebagai pupuk; tinja harus dikelola dengan tangki septik, agar tidak mencemari sumber air.
§  Di Taman Kanak Kanak dan Sekolah Dasar harus secara rutin diadakan pemeriksaan parasit, sedini mungkin menemukan anak yang terinfeksi parasit dan mengobatinya dengan obat cacing.
§  Bila muncul serupa gejala infeksi parasit usus, segera periksa dan berobat ke rumah sakit.
§  Meski kebanyakan penderita parasit usus ringan tidak ada gejala sama sekali, tetapi mereka tetap bisa menularkannya kepada orang lain, dan telur cacing akan secara sporadik keluar dari tubuh bersama tinja, hanya diperiksa sekali mungkin tidak ketahuan, maka sebaiknya secara teratur memeriksa dan mengobatinya.
Pada hasil sampel 1 (b) terdapat larva cacing Ascaris Lumbricoides. Ascaris lumbricoides adalah cacing gelang parasit pada usus manusia. Cacing dewasa bentuknya silindris, dengan ujung bagian depan meruncing .Merupakan cacing nematode terbesar yang menginfeksi manusia. Cacing betina berukuran panjang 20-35 cm dan yang jantan 15-31 cm, dengan ujung bagian belakang melengkung. Cacing ini berwarna putih kemerah-merahan. Kepalanya mempunyai tiga bibir pada bagian depan dan mempunyai gigi-gigi kecil pada pinggirnya, bibirnya dapat ditutup dan dipanjangkan untuk memasukkan makanan. Telur yang dibuahi berbentuk oval melebar dengan ukuran 60-70 x 30-50 mikron. Bila baru dikeluarkan tidak infektif dan berisi satu sel tunggal. Sel ini dikelilingi oleh suatu membran (lapisan) vitelin yang tipis untuk meningkatkan daya tahan telur cacing tersebut terhadap lingkungan sekitarnya, sehingga dapat bertahan hidup sampai satu tahun. Di sekitar lapisan ini ada kulit bening dan tebal yang dikelilingi oleh lapisan albuminoid (protein dalam darah) yang permukaannya tidak teratur. Di dalam rongga usus, telur memperoleh warna kecoklatan dari pigmen empedu. Sedangkan telur yang tidak dibuahi berada dalam tinja, bentuk telur lebih lonjong dan mempunyai ukuran 88-94 x 40-44 mikron, mempunyai dinding yang tipis, berwarna coklat dengan lapisan albuminoid yang kurang sempurna dan isinya tidak teratur. Siklus hidup parasit "Ascaris lumbricoides" dimulai dari cacing dewasa yang bertelur dalam usus halus dan telurnya keluar melalui tinja lewat anus, sehingga tahap ini disebut juga dengan fase diagnosis, dimana telurnya mudah ditemukan. Kemudian telur yang keluar bersama tinja akan berkembang di tanah tempat tinja tadi dikeluarkan dan mengalami pematangan. Selanjutnya setelah telur matang di sebut fase infektif, yaitu tahap dimana telur mudah tertelan. Telur yang tertelan akan menetas di usus halus. Setelah menetas, larva akan berpindah ke dinding usus halus dan dibawa oleh pembuluh getah bening serta aliran darah ke paru-paru. Di dalam paru-paru, larva masuk ke dalam kantung udara (alveoli), naik ke saluran pernafasan dan akhirnya tertelan. Di usus halus larva berubah menjadi cacing dewasa. Mulai dari telur matang yang tertelan sampai menjadi cacing dewasa membutuhkan waktu kurang lebih 2 bulan.
Anak-anak lebih mudah diinfeksi oleh larva cacing Ascaris misalnya melalui makanan, ataupun infeksi melalui kulit akibat kontak langsung dengan tanah yang mengandung telur Ascaris lumbricoides. Faktor host merupakan salah satu hal yang penting karena manusia sebagai sumber infeksi dapat mengurangi kontaminasi ataupun pencemaran tanah oleh telur dan larva cacing, selain itu manusia justru akan menambah polusi lingkungan sekitarnya. Di pedesan kasus ini lebih tinggi prevalensinya, hal ini terjadi karena buruknya sistem sanitasi lingkungan di pedesaan, tidak adanya jamban sehingga tinja manusia tidak terisolasi sehingga larva cacing mudah menyebar. Hal ini juga terjadi pada golongan masyarakat yang memiliki tingkat sosial ekonomi yang rendah, sehingga memiliki kebiasaan membuang hajat (defekasi) ditanah, yang
kemudian tanah akan terkontaminasi dengan telur cacing yang infektif dan larva cacing yang
seterusnya akan terjadi reinfeksi secara terus menerus pada daerah endemik.
Perkembangan telur dan larva cacing sangat cocok pada iklim tropik dengan suhu optimal
adalah 23 oC sampai 30 oC. Jenis tanah liat merupakan tanah yang sangat cocok untuk perkembangan telur cacing, sementara dengan bantuan angin maka telur cacing yang infektif bersama dengan debu dapat menyebar ke lingkungan. Pencegahan dan upaya penanggulangan berdasarkan kepada siklus hidup dan sifat telur cacing ini, maka upaya untuk pencegahan dapat dilakukan langkah sebagai berikut :
•Penyuluhan kesehatan Penyuluhan kesehatan tentang sanitasi yang baik dan tepat guna, Hygiene keluarga dan hygiene pribadi seperti :
-Tidak menggunakan tinja sebagai pupuk tanaman.
- Sebelum melakukan persiapan makanan dan hendak makan, tangan dicuci terlebih dahulu dengan menggunkan sabun.
- Bagi yang mengkonsumsi sayuran segar (mentah) sebagai lalapan, hendaklah dicuci bersih dan
disiram lagi dengan air hangat. Khusus pada daerah endemik atau rentan, Karena telur cacing Ascaris dapat hidup dalam tanah selama bertahun-tahun, pencegahan dan pemberantasan di daerah endemik adalah sulit. Adapun upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah penyakit ini adalah sebagai berikut :
1 Mengadakan kemotrapi massal setiap 6 bulan sekali didaerah endemik ataupun daerah yang rawan
terhadap penyakit askariasis.
2. Memberi penyuluhan tentang sanitasi lingkungan.
3. Melakukan usaha aktif dan preventif untuk dapat mematahkan siklus hidup cacing misalnya
memakai jamban/WC.
4. Makan makanan yang dimasak saja.
5. Menghindari sayuran mentah (hijau) dan selada di daerah yang menggunakan tinja sebagai pupuk.
Gejala Penyakit Cacing Gelang ( Askariasis )
·         Rasa tidak enak pada perut (gangguan lambung)
·         Kejang perut, diselingi dengan diare
·         Kehilangan berat badan.
·         Demam
Sedangkan pada hasil sampel 2 yang positif mengandung larva cacing adalah sampel 2 (d) yaitu terdapat larva cacing kremi (Enterobius vermicularis). Enterobius vermicularis adalah cacing yang dapat masuk ke tubuh melalui makanan, pakaian, bantal, sprai serta inhalasi debu yang mengandung telur yang kemudian akan bersarang di usus dan akan dihancurkan oleh enzim usus, telur yang lolos akan berkembang menjadi larva dewasa. Telur Enterobius vermicularis planconvex, berdinding dua lapis. Lapisan luar terdiri dari albumin dan lapisan dala mengandung bahan lipiodal. Kandungan albumin pada telur menyebabkan telur tadi merangsang kulit dan mukosa manusia, sehingga sewaktu dideposit di perianal sering menimbulkan perasaan gatal. Ukuran telur 50-60 mikron x 3,0-3,2 mikron. Telur berisi masa bergranula kecil-kecil teratur atau berisi larva cacing yang melingkar. Telur tidak berwarna dan transparan. Telur berembrio merupakan bentuk infektif. Di daerah perianal telur dapat menetas dan larva yang ditetaskan dapat masuk kembali ke usus besar melalui anus atau retroinfeksi.
Epidemiologi
Pada cacing E. vermicularis ini tidak dikenal adanya reservoir host, jadi anjing dan kucing bukan merupakan ancaman dalam hal penularan penyakit infeksi akibat cacing E. vermicularis ini. Penularan biasanya dari tangan ke mulut atau melalui makanan, minuman dan debu.
Cara penularan Enterobius vermicularis dapat melalui tiga jalan:
1.  Penularan dari tangan ke mulut penderita sendiri (auto infeksi) atau pada orang lain sesudah memegang benda yang tercemar telur infektif misalnya alas tempat tidur atau pakaian dalam penderita.
2.  Melalui pernafasan dengan menghisap udara yang tercemar telur yang infektif.
3.  Penularan secara retroinfeksi yaitu penularan yang terjadi pada penderita sendiri. Oleh karena larva yang menetas di daerah perianal mengadakan migrasi kembali ke usus penderita dan tumbuh menjadi cacing dewasa.
Daur hidupnya yaitu : Cacing betina dewasa yang telah dibuahi akan mulai bermigrasi ke anus untuk bertelur. Telur yang dihasilkan oleh cacing betina desawa per hari sekitar 11.000 butir yang diletakkan di daerah perianal. Telur tersebut akan menjadi infeksius setelah berumur 6 jam. Telur yang infeksius ini biasanya mengandung protein yang mudah mengiritasi dan mudah lengket baik pada rambut, kulit atau pakaian. Telur akan tinggal disitu sampai 2-6 minggu.
            Telur yang tertelan dan masuk kedalam tubuh manusia akan menetas didalam usus (daerah sekum) dan kemudian akan berkembang menjadi cacing dewasa. Cacing betina mungkin memerlukan waktu kira-kira 1 bulan untuk menjadi matur dan mulai dengan produksi telurnya. Setelah membuahi cacing betina, cacing jantan biasanya mati dan mungkin akan keluar bersama tinja. Didalam cacing betina yang gravid, hampir seluruh tubuhnya dipenuhi oleh telur. Pada saat ini cacing betina akan turun kebagian bawah kolon dan keluar dari anus untuk meletakkan telurnya didaerah perianal, dan siklus kembali berputar lagi.
            Telur cacing Enterobius vermicularis yang diletakkan di perianal akan menjadi infek  menetas di dalam usus (daerah sekum) dan kemudian akan berkembang menjadi dewasa. Cacing betina mungkin memerlukan waktu kira-kira 1 bulan untuk menjadi matur dan mulai dengan produksi telurnya. Setelah membuahi cacing betina, cacing jantan akan mati dan mungkin akan keluar bersama tinja. Di dalam cacing betina yang gravid, hampir seluruh tubuhnya dipenuhi oleh telur. Pada saat ini cacing betina akan turun ke bagian kolon dan keluar melalui anus, telur-telur akan diletakkan di perianal dan di kulit perineum.
Beberapa gejala karena infeksi cacing Enterobiasis vermicularis dikemukakan oleh beberapa penyelidik yaitu kurang nafsu makan, berat badan turun, aktifitas meninggi, enuresis, cepat marah, gigi menggeretak, insomnia tetapi kadang sukar untuk membuktikan hubungan sebab dengan cacing kremi.
Infeksi cacing kremi ringan–dengan hanya sejumlah kecil cacing dewasa dalam tubuh–tidak ada gejala. Gejala-gejala muncul dengan moderat atau infeksi berat. Beberapa minggu setelah menelan telur cacing kremi, cacing betina dewasa bermigrasi dari usus ke daerah sekitar anus, di mana mereka bertelur. Migrasi biasanya terjadi pada malam hari. Migrasi ini menyebabkan :
·                     Gatal-gatal di daerah anal atau vaginal
·                     Insomnia, lekas marah dan gelisah
·                     Gejala saluran pencernaan yang samar-samar, seperti sebentar-sebentar sakit perut dan mual
·                     Gejala umum terjangkiti oleh cacing kremi biasanya pada bagian dubur terasa gatal, berat badan penderita menurun, terkadang juga mengalami diare. Apabila gejala – gejala tersebut sudah nampak jangan menggaruk dubur yang gatal dengan jari karena bila lecet dapat mengakibatkan infeksi. Hindari makan – makanan berlemak, kemudian olesi pada sekitar dubur dengan minyak zaitun atau air garam.
·                     Gejala lainnya berupa:
·                     Rasa gatal hebat di sekitar anus
·                     Kurang tidur (biasanya karena rasa gatal yang timbul pada malam hari ketika  
           cacing betina dewasa bergerak ke daerah anus dan menyimpan telurnya disana)
·                     Nafsu makan berkurang, berat badan menurun (jarang terjadi, tetapi bisa terjadi
           pada infeksi yang berat)
·                     Rasa gatal atau iritasi vagina (pada anak perempuan, jika cacing dewasa masuk        
           ke dalam vagina)
·                     Kulit di sekitar anus menjadi lecet atau kasar atau terjadi infeksi (akibat
           penggarukan).
Langkah-langkah umum yang dapat dilakukan untuk mengendalikan infeksi cacing kremi adalah:
1.                  Mencuci tangan sebelum makan dan setelah buang air besar
2.                  Memotong kuku dan menjaga kebersihan kuku
3.                  Mencuci seprei minimal 2 kali/minggu
4.                  Mencuci jamban setiap hari
5.                  Menghindari penggarukan daerah anus karena bisa mencemari jari-jari
           tangan dan setiap benda yang dipegang/disentuhnya
6.                  Menjauhkan tangan dan jari tangan dari hidung dan mulut.
Sedangkan pada sampel yang lain tidak terdapat larva cacing (Negatif).

VII.          KESIMPULAN
1. Pada ampel ditemukan larva cacing antara lain : Ascaris Lumbricoides, Taenia Saginata dan Enterobius vermicularis.
2.  Prinsip sentrifus bekerja seperti komedi putar. Prinsipnya yakni dengan meletakkan sampel pada suatu gaya dengan memutar sampel pada kecepatan tinggi, sehingga terjadi pengendapan partikel, atau organel- organel sel berdasarkan bobot molekulnya. Substansi yang lebih berat akan berada di dasar, sedangkan substansi yang lebih ringan akan terletak di atas.
3. Ascaris lumbricoides adalah cacing gelang parasit pada usus manusia, Ascariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh cacing ini.
4. Cacing pita Taenia dapat menimbulkan penyakit yang disebut taeniasis.
5. Beberapa gejala karena infeksi cacing Enterobiasis vermicularis yaitu kurang nafsu makan, berat badan turun, aktifitas meninggi, enuresis, cepat marah, gigi menggeretak, insomnia.






VIII.       DAFTAR PUSTAKA

Gandahusada.1998. Parasitologi kedokteran. Jakarta: Balai Penerbitan FKUI.
Junaidi.2014. HUBUNGAN PERSONAL HYGIENE TERHADAP KEJADIAN
        KECACINGAN PADA MURID SD DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS 
        TAPALANG KABUPATEN MAMUJU. Jurnal Ilmiah Kesehata Diagnosis.ISSN. 
        Vol.5 (1) : 108- 114.
Liena, Sofiana. 2010. HUBUNGAN PERILAKU DENGAN INFEKSI SOIL 
        TRANSMITTED HELMINTHS PADA ANAK SEKOLAH DASAR MI ASAS
        ISLAM KALIBENING, SALATIGA. Jurnal Kesehatan Masyarakat.ISSN.Vol. 
        4(2) : 74- 143.
Nurul,I. Erlin ,Y., T. Fihiruddin. 2015. INFEKSI CACING SOIL TRANSMITTED 
          HELMINTHS PADA PENJUAL TANAMAN HIAS DI BINTARO KOTA
          MATARAM. Media Bina Ilmiah.ISSN.Vol.9(4) :60- 63.
Sandjaja.2007. Parasitologi Kedokteran:Helmintilogi Kedokteran. Jakarta: Prestasi Pustaka.




             Mengetahui                                                       Surakarta, 30 November 2015
        Asisten Praktikum                                                               Praktikan


       (                                   )                                                                  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar