PERCOBAAN
II
CARA
PEMERIKSAAN TELUR CACING PADA JARI - JARI TANGAN
I.
TUJUAN
1.
Dapat
melakukan pemeriksaan telur cacing pada jari- jari tangan
2.
Dapat
menentukan jenis telur cacing pada jari- jari tangan
II.
DASAR
TEORI
Penyakit infeksi
cacing merupakan salah satu penyakit yang masih banyak terjadi pada penduduk
didaerah tropis dan sub tropis termasuk Indonesia. Infeksi cacing usus yang
ditularkan melalui tanah disebut dengan Soil Transmitted Helminth (STH).
Penyakit yang disebabkan oleh cacing STH dapat menyebabkan gangguan penyerapan
gizi, anemia, gangguan pertumbuhan dan menurunkan kecerdasan pada anak serta
penurunan produktivitas pada orang dewasa, tetapi karena infeksi yang terjadi
sering tanpa gejala, sehingga penyakit ini kurang mendapat perhatian (Nurul
dkk, 2015).
Angka
kejadian infeksi Soil Transmitted Helminths di Indonesia masih cukup
tinggi. Angka tersebut pada siswa sekolah dasar mencapai 60-80%. Infeksi Soil
Transmitted Helminths merupakan masalah kesehatan di daerah tropis dan
subtropis. Banyaknya penderita yang terinfeksi lebih dari satu spesies cacing
usus seperti Ascaris, Trichuris dan cacing tambang. Ascariasis
dapat mengakibatkan protein energy malnutrition. Pada anak-anak yang
diinfeksi 13-14 cacing dewasa dapat kehilangan 4 gram protein dari diet yang
mengandung 35-50 gram protein/hari. Sedangkan infeksi Trichuris trichiura dapat
menyebabkan anemia, malnutrisi dan diare pada anak-anak dengan infeksi berat.
Di daerah tropis,
tanah lembab dan terlindung dari sinar matahari merupakan kondisi yang baik
untuk tetap berlangsungnya transmisi Ascaris secara terus menerus. Tanah
liat merupakan tempat yang baik untuk perkembangan telur Ascaris dan
tetap infektif di sekitar genangan air karena terhindar dari kekeringan. Bila
terkena hujan, air bercampur tanah menyebar ke tanaman sayuran atau buah-buahan
yang selanjutnya ikut termakan atau beterbangan di udara dan akan mencemari
lingkungan. Di daerah dengan kondisi sanitasi yang jelek dan penduduk padat
prevalensinya akan meningkat. Kasusnya lebih sering pada anak-anak terutama
umur 5-9 tahun dibandingkan dengan orang dewasa. Faktor lain yang berperan
adalah pengetahuan, sikap, dan perilaku sehat masyarakat terhadap infeksi Soil
Transmitted Helminths (Liena,
2010).
Di Indonesia penyakit kecacingan pada anak
usia Sekolah Dasar masih merupakan masalah besar atau masih merupakan masalah
kesehatan masyarakat karena prevalensinya yang masih sangat tinggi yaitu kurang
lebih antara 45-65 %, bahkan diwilayah-wilayah tertentu yang sanitasi yang
buruk prevalensi kecacingan bisa mencapai 80% (Junaidi, 2014).
Enterobius vermicularis adalah cacing yang dapat masuk ke tubuh melalui
makanan, pakaian, bantal, sprai serta inhalasi debu yang mengandung telur yang
kemudian akan bersarang di usus dan akan dihancurkan oleh enzim usus, telur
yang lolos akan berkembang menjadi larva dewasa (Sandjaja, 2007).
Penyebaran
cacing kremi atau Enterobius
vermicularis lebih luas
daripada cacing lain. Penularan dapat terjadi pada suatu keluarga atau
kelompok-kelompok yang hidup dalam satu lingkungan yang sama (asrama, rumah
piatu). Telur cacing dapat diisolasi dari debu di ruangan sekolah atau
kafetaria sekolah dan mungkin ini menjadi sumber infeksi bagi anak-anak
sekolah. Di berbagai rumah tangga dengan beberapa anggota keluarga yang
mengandung Enterobiasis
vermicularisdapat ditemukan (92%) di lantai, meja, kursi, bufet, tempat
duduk kakus (toilet seats), bak mandi, alas kasur, pakaian, dan tilam
(Gandahusada, 1998).
III.
ALAT
DAN BAHAN
Alat yang digunakan :
1.
Kaca
benda (4 buah)
2.
Kaca
Tutup (4 buah)
3.
Cawan
petri (4 buah)
4.
Pinset (4 buah)
5.
Kain
kasa (5cmx5cm) (4 buah)
6.
Pipet
dan balon karet (4 buah)
7.
Tabung
sentrifuse (4 buah)
Bahan yang digunakan :
1.
Larutan
NaOH 0,25% (32 mL)
IV.
CARA
KERJA
1.
Kain
kasa dicelupkan dalam larutan NaOH yang terdapat dalam cawan petri
2.
Jari-
jari tangan dibersihkan dengan cara menghapuskan kain kasa yang sudah basah.
Dicelupkan beberapa kali kain kasa yang kotor ke dalam cawan petri yang mengandung
larutan NaOH dengan memakai pinset
3.
Dimasukkan
larutan NaOH yang kotor ke dalam tabung sentrifuse
4.
Tabung
dipusingkan pada kecepatan putar 2000 rpm (x 600 g) selama 3 menit
5.
Dituang
keluar cairan supernatan
6.
Di
ambil sedimen dengan pipet, di letakkan pada kaca benda, kemudian ditutup
dengan kaca tutup
7.
Diperiksa
dengan mikroskop
V.
HASIL
PENGAMATAN
NO
|
SAMPEL
|
HASIL
|
GAMBAR
|
1.
|
Sampel
(a)
|
Larva
Cacing Taenia Saginata
|
|
Sampel
(b)
|
Telur
Cacing Ascarislumbricoides yang
berembrio
|
||
Sampel
(c)
|
Negatif
|
||
Sampel
(d)
|
Negatif
|
||
2
|
Sampel
(a)
|
Negatif
|
|
Sampel
(b)
|
Negatif
|
||
Sampel
(c)
|
Negatif
|
||
Sampel
(d)
|
Negatif
(Perbesaran
100 x)
|
||
3
|
Sampel
(a)
|
Negatif
|
|
Sampel
(b)
|
Negatif
|
||
Sampel
(c)
|
Negatif
|
||
Sampel
(d)
|
Negatif
|
VI.
PEMBAHASAN
Tujuan dari praktikum kali ini adalah dapat
melakukan pemeriksaan telur cacing pada jari- jari tangan, dapat menentukan
jenis telur cacing pada jari- jari tangan. Yang pertama dilakukan adalah
mencelupkan kain kasa ke dalam larutan NaOH 0,25 % yang terdapat dalam cawan
petri. Kemudian jari- jari tangan dibersihkan dengan cara mengusap/menghapus
dengan kain kasa tadi. Setelah itu kain kasa di peras. Tujuan digunakan larutan NaOH untuk fiksasi agar partikel
atau organel yang ada di tangan melekat pada larutan NaOH 0,25 %. Larutan NaOH
tadi dimasukkan ke dalam tabung sentrifuse dan di pusingkan pada kecepatan
putar 2000 rpm selama 3 menit. Ditunag cairan supernatan dan diambil sedimen
dengan pipet. Sedimen diletakkan pada kaca benda dan ditutup dengan kaca tutup.
Setelah itu diamati dengan mikroskop.
Prinsip sentrifus bekerja seperti komedi
putar. Prinsipnya yakni dengan meletakkan sampel pada suatu gaya dengan memutar
sampel pada kecepatan tinggi, sehingga terjadi pengendapan partikel, atau
organel- organel sel berdasarkan bobot molekulnya. Substansi yang lebih berat
akan berada di dasar, sedangkan substansi yang lebih ringan akan terletak di
atas. Substansi hasil sentrifugasi terbagi menjadi dua, yaitu supernatan dan
pelet. Supernatan adalah substansi hasil sentrifugasi yang memiliki bobot jenis
yang lebih rendah. Posisi dari substansi ini berada pada lapisan atas dan
warnanya lebih jernih. Sementara pelet adalah substansi hasil sentrifugasi yang
memiliki bobot jenis yang lebih tinggi. Posisinya berada pada bagian bawah
(berupa endapan) dan warnanya lebih keruh.
Dari hasil pengamatan dengan mikroskop didapatkan hasil pada pada sampel
1 (a) terdapat larva cacing pita (Taenia
Saginata). Taenia saginata adalah raksasa di antara semua
cacing parasit. Panjang taenia saginata bisa mencapai 8 meter, hampir sepanjang saluran pencernaan manusia
dewasa. Cacing pita ini berwarna putih pucat, tanpa mulut, tanpa anus dan tanpa
saluran pencernaan. Badannya tidak berongga dan terdiri dari segmen-segmen
berukuran 1x 1,5 cm. Taenia saginata bisa hidup sampai 25 tahun di dalam usus inangnya. Cacing pita sapi memiliki
siklus yang rumit dan berakhir pada manusia sebagai inang tetapnya. Cacing pita
dewasa melepaskan telur-telurnya bersama segmen badannya. Segmen ini bila
mengering di udara luar akan melepaskan telur-telur cacing yang dapat termakan
oleh sapi saat merumput. Enzim pencernaan sapi membuat telur menetas dan
melepaskan zigot yang kemudian menembus lapisan mukosa saluran pencernaan untuk
memasuki sirkulasi darah. Dari pembuluh darah, zigot akan menetap di otot
membentuk kista, seperti pada cacing cambuk. Bila daging sapi berisi kista
tersebut dimakan manusia dalam keadaaan mentah atau setengah matang,
enzim-enzim pencernaan akan memecah kista dan melepaskan larva cacing. Selanjutnya,
larva cacing yang menempel di usus kecil akan berkembang hingga mencapai 5
meter dalam waktu tiga bulan.
Cacing
taenea saginata sering ditemukan di Negara yang penduduknya banyak makan daging
sapi atau kerbau. Cara penduduk makan daging tersebut yaitu matang, setengah
matang atau bahkan mentah tanpa pemasakan. Cara makan dan cara pemeliharaan
ternak inilah yang kemudian menjadi berperan dalam proses terjadinya infeksi
cacing taenia.
Cacing
pita Taenia dapat menimbulkan penyakit yang disebut taeniasis dan
sistiserkosis. Gejala klinis terbanyak yang dikeluhkan adalah :
· Mual (46%)
· Lemah (17%)
· Penurunan berat badan (6%)
· Letih (4%)
· Muntah (4%)
gangguan
pernapasan (masing-masing <1%).
Cara untuk mencegah agar tidak menderita gangguan yang
disebabkan oleh Taenia saginata
antara lain sebagai berikut :
§
Tidak makan makanan
mentah (sayuran,daging babi, daging sapi dan dagiikan), buah dan melon
dikonsumsi setelah dicuci bersih dengan air.
§
Minum air yang sudah
dimasak mendidih baru aman.
§
Menjaga kebersihan
diri, sering gunting kuku, membiasakan cuci tangan menjelang makan atau sesudah
buang air besar.
§
Tidak boleh buang air
kecil/besar di sembarang tempat, tidak menjadikan tinja segar sebagai pupuk;
tinja harus dikelola dengan tangki septik, agar tidak mencemari sumber air.
§
Di Taman Kanak Kanak
dan Sekolah Dasar harus secara rutin diadakan pemeriksaan parasit, sedini
mungkin menemukan anak yang terinfeksi parasit dan mengobatinya dengan obat
cacing.
§
Bila muncul serupa
gejala infeksi parasit usus, segera periksa dan berobat ke rumah sakit.
§
Meski kebanyakan
penderita parasit usus ringan tidak ada gejala sama sekali, tetapi mereka tetap
bisa menularkannya kepada orang lain, dan telur cacing akan secara sporadik
keluar dari tubuh bersama tinja, hanya diperiksa sekali mungkin tidak ketahuan,
maka sebaiknya secara teratur memeriksa dan mengobatinya.
Pada hasil sampel 1 (b) terdapat larva cacing Ascaris Lumbricoides. Ascaris lumbricoides adalah
cacing gelang parasit pada usus manusia. Cacing dewasa bentuknya silindris,
dengan ujung bagian depan meruncing .Merupakan cacing nematode terbesar yang
menginfeksi manusia. Cacing betina berukuran panjang 20-35 cm dan yang jantan
15-31 cm, dengan ujung bagian belakang melengkung. Cacing ini berwarna putih
kemerah-merahan. Kepalanya mempunyai tiga bibir pada bagian depan dan mempunyai
gigi-gigi kecil pada pinggirnya, bibirnya dapat ditutup dan dipanjangkan untuk
memasukkan makanan. Telur yang dibuahi berbentuk oval melebar dengan
ukuran 60-70 x 30-50 mikron. Bila baru dikeluarkan tidak infektif dan berisi
satu sel tunggal. Sel ini dikelilingi oleh suatu membran (lapisan) vitelin yang
tipis untuk meningkatkan daya tahan telur cacing tersebut terhadap lingkungan
sekitarnya, sehingga dapat bertahan hidup sampai satu tahun. Di sekitar lapisan
ini ada kulit bening dan tebal yang dikelilingi oleh lapisan albuminoid
(protein dalam darah) yang permukaannya tidak teratur. Di dalam rongga usus,
telur memperoleh warna kecoklatan dari pigmen empedu. Sedangkan telur yang
tidak dibuahi berada dalam tinja, bentuk telur lebih lonjong dan mempunyai
ukuran 88-94 x 40-44 mikron, mempunyai dinding yang tipis, berwarna coklat
dengan lapisan albuminoid yang kurang sempurna dan isinya tidak teratur. Siklus
hidup parasit "Ascaris lumbricoides" dimulai dari cacing dewasa yang
bertelur dalam usus halus dan telurnya keluar melalui tinja lewat anus,
sehingga tahap ini disebut juga dengan fase diagnosis, dimana telurnya mudah ditemukan. Kemudian
telur yang keluar bersama tinja akan berkembang di tanah tempat tinja tadi
dikeluarkan dan mengalami pematangan. Selanjutnya
setelah telur matang di sebut fase infektif, yaitu tahap dimana telur mudah
tertelan. Telur yang tertelan akan menetas di usus halus. Setelah menetas,
larva akan berpindah ke dinding usus halus dan dibawa oleh pembuluh getah
bening serta aliran darah ke paru-paru. Di dalam paru-paru, larva masuk ke
dalam kantung udara (alveoli), naik ke saluran pernafasan dan akhirnya
tertelan. Di usus halus larva berubah menjadi cacing dewasa. Mulai dari telur
matang yang tertelan sampai menjadi cacing dewasa membutuhkan waktu kurang
lebih 2 bulan.
Anak-anak lebih mudah diinfeksi oleh larva cacing
Ascaris misalnya melalui makanan, ataupun infeksi melalui kulit akibat kontak langsung dengan tanah yang mengandung
telur Ascaris lumbricoides. Faktor host merupakan salah satu
hal yang penting karena manusia sebagai sumber infeksi dapat mengurangi kontaminasi ataupun pencemaran tanah
oleh telur dan larva cacing, selain itu manusia justru akan menambah
polusi lingkungan sekitarnya. Di pedesan kasus ini lebih tinggi
prevalensinya, hal ini terjadi karena buruknya sistem sanitasi lingkungan di pedesaan, tidak adanya jamban sehingga
tinja manusia tidak terisolasi sehingga larva cacing mudah menyebar. Hal ini juga terjadi pada
golongan masyarakat yang memiliki tingkat sosial ekonomi yang rendah, sehingga memiliki kebiasaan
membuang hajat (defekasi) ditanah, yang
kemudian tanah akan terkontaminasi dengan telur cacing yang infektif dan larva cacing yang seterusnya akan terjadi reinfeksi secara terus menerus pada daerah endemik.
Perkembangan telur dan larva cacing sangat cocok pada iklim tropik dengan suhu optimal adalah 23 oC sampai 30 oC. Jenis tanah liat merupakan tanah yang sangat cocok untuk perkembangan telur cacing, sementara dengan bantuan angin maka telur cacing yang infektif bersama dengan debu dapat menyebar ke lingkungan. Pencegahan dan upaya penanggulangan berdasarkan kepada siklus hidup dan sifat telur cacing ini, maka upaya untuk pencegahan dapat dilakukan langkah sebagai berikut :
kemudian tanah akan terkontaminasi dengan telur cacing yang infektif dan larva cacing yang seterusnya akan terjadi reinfeksi secara terus menerus pada daerah endemik.
Perkembangan telur dan larva cacing sangat cocok pada iklim tropik dengan suhu optimal adalah 23 oC sampai 30 oC. Jenis tanah liat merupakan tanah yang sangat cocok untuk perkembangan telur cacing, sementara dengan bantuan angin maka telur cacing yang infektif bersama dengan debu dapat menyebar ke lingkungan. Pencegahan dan upaya penanggulangan berdasarkan kepada siklus hidup dan sifat telur cacing ini, maka upaya untuk pencegahan dapat dilakukan langkah sebagai berikut :
•Penyuluhan kesehatan Penyuluhan kesehatan tentang sanitasi yang baik dan tepat
guna, Hygiene keluarga dan hygiene pribadi seperti :
-Tidak menggunakan tinja sebagai pupuk tanaman.
- Sebelum melakukan persiapan makanan dan hendak makan, tangan dicuci
terlebih dahulu dengan menggunkan sabun.
- Bagi yang mengkonsumsi sayuran segar (mentah) sebagai lalapan, hendaklah dicuci bersih dan disiram lagi dengan air hangat. Khusus pada daerah endemik atau rentan, Karena telur cacing Ascaris dapat hidup dalam tanah selama bertahun-tahun, pencegahan dan pemberantasan di daerah endemik adalah sulit. Adapun upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah penyakit ini adalah sebagai berikut :
1 Mengadakan kemotrapi massal setiap 6 bulan sekali didaerah endemik ataupun daerah yang rawan terhadap penyakit askariasis.
2. Memberi penyuluhan tentang sanitasi lingkungan.
3. Melakukan usaha aktif dan preventif untuk dapat mematahkan siklus hidup cacing misalnya memakai jamban/WC.
4. Makan makanan yang dimasak saja.
5. Menghindari sayuran mentah (hijau) dan selada di daerah yang menggunakan tinja sebagai pupuk.
- Bagi yang mengkonsumsi sayuran segar (mentah) sebagai lalapan, hendaklah dicuci bersih dan disiram lagi dengan air hangat. Khusus pada daerah endemik atau rentan, Karena telur cacing Ascaris dapat hidup dalam tanah selama bertahun-tahun, pencegahan dan pemberantasan di daerah endemik adalah sulit. Adapun upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah penyakit ini adalah sebagai berikut :
1 Mengadakan kemotrapi massal setiap 6 bulan sekali didaerah endemik ataupun daerah yang rawan terhadap penyakit askariasis.
2. Memberi penyuluhan tentang sanitasi lingkungan.
3. Melakukan usaha aktif dan preventif untuk dapat mematahkan siklus hidup cacing misalnya memakai jamban/WC.
4. Makan makanan yang dimasak saja.
5. Menghindari sayuran mentah (hijau) dan selada di daerah yang menggunakan tinja sebagai pupuk.
Gejala Penyakit Cacing Gelang ( Askariasis )
·
Rasa tidak enak pada perut (gangguan lambung)
·
Kejang perut,
diselingi dengan diare
·
Kehilangan berat
badan.
·
Demam
Sedangkan pada hasil sampel 2 yang positif mengandung
larva cacing adalah sampel 2 (d) yaitu terdapat larva cacing kremi (Enterobius vermicularis). Enterobius vermicularis adalah cacing yang dapat masuk ke tubuh
melalui makanan, pakaian, bantal, sprai serta inhalasi debu yang mengandung
telur yang kemudian akan bersarang di usus dan akan dihancurkan oleh enzim
usus, telur yang lolos akan berkembang menjadi
larva dewasa. Telur Enterobius vermicularis planconvex, berdinding
dua lapis. Lapisan luar terdiri dari albumin dan lapisan dala mengandung bahan
lipiodal. Kandungan albumin pada telur menyebabkan telur tadi merangsang kulit
dan mukosa manusia, sehingga sewaktu dideposit di perianal sering menimbulkan
perasaan gatal. Ukuran telur 50-60 mikron x 3,0-3,2 mikron. Telur berisi masa
bergranula kecil-kecil teratur atau berisi larva cacing yang melingkar. Telur
tidak berwarna dan transparan. Telur berembrio merupakan bentuk infektif. Di
daerah perianal telur dapat menetas dan larva yang ditetaskan dapat masuk kembali
ke usus besar melalui anus atau retroinfeksi.
Epidemiologi
Pada
cacing E. vermicularis ini tidak dikenal adanya reservoir
host, jadi anjing dan kucing bukan merupakan ancaman dalam hal penularan
penyakit infeksi akibat cacing E. vermicularis ini. Penularan
biasanya dari tangan ke mulut atau melalui makanan, minuman dan debu.
Cara penularan Enterobius
vermicularis dapat melalui tiga jalan:
1. Penularan
dari tangan ke mulut penderita sendiri (auto infeksi) atau pada orang lain
sesudah memegang benda yang tercemar telur infektif misalnya alas tempat tidur
atau pakaian dalam penderita.
2. Melalui
pernafasan dengan menghisap udara yang tercemar telur yang infektif.
3. Penularan
secara retroinfeksi yaitu penularan yang terjadi pada penderita sendiri. Oleh
karena larva yang menetas di daerah perianal mengadakan migrasi kembali ke usus
penderita dan tumbuh menjadi cacing dewasa.
Daur hidupnya yaitu :
Cacing betina dewasa yang telah dibuahi akan mulai bermigrasi ke anus untuk
bertelur. Telur yang dihasilkan oleh cacing betina desawa per hari sekitar
11.000 butir yang diletakkan di daerah perianal. Telur tersebut akan menjadi
infeksius setelah berumur 6 jam. Telur yang infeksius ini biasanya mengandung
protein yang mudah mengiritasi dan mudah lengket baik pada rambut, kulit atau
pakaian. Telur akan tinggal disitu sampai 2-6 minggu.
Telur
yang tertelan dan masuk kedalam tubuh manusia akan menetas didalam usus (daerah
sekum) dan kemudian akan berkembang menjadi cacing dewasa. Cacing betina mungkin
memerlukan waktu kira-kira 1 bulan untuk menjadi matur dan mulai dengan
produksi telurnya. Setelah membuahi cacing betina, cacing jantan biasanya mati
dan mungkin akan keluar bersama tinja. Didalam cacing betina yang gravid,
hampir seluruh tubuhnya dipenuhi oleh telur. Pada saat ini cacing betina akan
turun kebagian bawah kolon dan keluar dari anus untuk meletakkan telurnya
didaerah perianal, dan siklus kembali berputar lagi.
Telur
cacing Enterobius vermicularis yang diletakkan di perianal
akan menjadi infek menetas di dalam usus (daerah sekum) dan kemudian
akan berkembang menjadi dewasa. Cacing betina mungkin memerlukan waktu
kira-kira 1 bulan untuk menjadi matur dan mulai dengan produksi telurnya.
Setelah membuahi cacing betina, cacing jantan akan mati dan mungkin akan keluar
bersama tinja. Di dalam cacing betina yang gravid, hampir seluruh tubuhnya
dipenuhi oleh telur. Pada saat ini cacing betina akan turun ke bagian kolon dan
keluar melalui anus, telur-telur akan diletakkan di perianal dan di kulit
perineum.
Beberapa gejala karena infeksi cacing Enterobiasis
vermicularis dikemukakan oleh beberapa penyelidik yaitu kurang nafsu makan,
berat badan turun, aktifitas meninggi, enuresis, cepat marah, gigi menggeretak,
insomnia tetapi kadang sukar untuk membuktikan hubungan sebab dengan cacing
kremi.
Infeksi cacing kremi ringan–dengan
hanya sejumlah kecil cacing dewasa dalam tubuh–tidak ada gejala. Gejala-gejala
muncul dengan moderat atau infeksi berat. Beberapa minggu setelah menelan telur
cacing kremi, cacing betina dewasa bermigrasi dari usus ke daerah sekitar anus,
di mana mereka bertelur. Migrasi biasanya terjadi pada malam hari. Migrasi ini
menyebabkan :
·
Gatal-gatal
di daerah anal atau vaginal
·
Insomnia,
lekas marah dan gelisah
·
Gejala
saluran pencernaan yang samar-samar, seperti sebentar-sebentar sakit perut dan
mual
·
Gejala
umum terjangkiti oleh cacing kremi biasanya pada bagian dubur terasa gatal,
berat badan penderita menurun, terkadang juga mengalami diare. Apabila gejala –
gejala tersebut sudah nampak jangan menggaruk dubur yang gatal dengan jari
karena bila lecet dapat mengakibatkan infeksi. Hindari makan – makanan
berlemak, kemudian olesi pada sekitar dubur dengan minyak zaitun atau air
garam.
·
Gejala
lainnya berupa:
·
Rasa
gatal hebat di sekitar anus
·
Kurang
tidur (biasanya karena rasa gatal yang timbul pada malam hari ketika
cacing betina dewasa bergerak ke
daerah anus dan menyimpan telurnya disana)
·
Nafsu
makan berkurang, berat badan menurun (jarang terjadi, tetapi bisa terjadi
pada infeksi yang berat)
·
Rasa
gatal atau iritasi vagina (pada anak perempuan, jika cacing dewasa masuk
ke dalam vagina)
·
Kulit
di sekitar anus menjadi lecet atau kasar atau terjadi infeksi (akibat
penggarukan).
Langkah-langkah umum yang dapat dilakukan untuk mengendalikan infeksi
cacing kremi adalah:
1.
Mencuci
tangan sebelum makan dan setelah buang air besar
2.
Memotong
kuku dan menjaga kebersihan kuku
3.
Mencuci
seprei minimal 2 kali/minggu
4.
Mencuci
jamban setiap hari
5.
Menghindari
penggarukan daerah anus karena bisa mencemari jari-jari
tangan dan setiap benda yang
dipegang/disentuhnya
6.
Menjauhkan
tangan dan jari tangan dari hidung dan mulut.
Sedangkan pada sampel yang lain tidak
terdapat larva cacing (Negatif).
VII.
KESIMPULAN
1. Pada ampel
ditemukan larva cacing antara lain : Ascaris
Lumbricoides, Taenia Saginata dan Enterobius
vermicularis.
2. Prinsip sentrifus bekerja seperti komedi
putar. Prinsipnya yakni dengan meletakkan sampel pada suatu gaya dengan memutar
sampel pada kecepatan tinggi, sehingga terjadi pengendapan partikel, atau
organel- organel sel berdasarkan bobot molekulnya. Substansi yang lebih berat
akan berada di dasar, sedangkan substansi yang lebih ringan akan terletak di
atas.
3. Ascaris
lumbricoides adalah cacing gelang
parasit pada usus manusia, Ascariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh
cacing ini.
4. Cacing pita Taenia dapat menimbulkan penyakit yang disebut taeniasis.
5. Beberapa gejala karena infeksi cacing Enterobiasis vermicularis yaitu kurang
nafsu makan, berat badan turun, aktifitas meninggi, enuresis, cepat marah, gigi
menggeretak, insomnia.
VIII. DAFTAR PUSTAKA
Gandahusada.1998. Parasitologi kedokteran. Jakarta: Balai Penerbitan FKUI.
Junaidi.2014. HUBUNGAN PERSONAL HYGIENE TERHADAP KEJADIAN
KECACINGAN PADA MURID SD DI WILAYAH
KERJA PUSKESMAS
TAPALANG KABUPATEN MAMUJU. Jurnal
Ilmiah Kesehata Diagnosis.ISSN.
Vol.5 (1) : 108- 114.
Liena, Sofiana. 2010.
HUBUNGAN PERILAKU DENGAN INFEKSI SOIL
TRANSMITTED HELMINTHS PADA
ANAK SEKOLAH DASAR MI ASAS
ISLAM KALIBENING, SALATIGA. Jurnal Kesehatan Masyarakat.ISSN.Vol.
4(2) : 74- 143.
Nurul,I. Erlin ,Y., T. Fihiruddin. 2015. INFEKSI CACING SOIL TRANSMITTED
HELMINTHS PADA PENJUAL
TANAMAN HIAS DI BINTARO KOTA
MATARAM. Media Bina Ilmiah.ISSN.Vol.9(4) :60- 63.
Sandjaja.2007. Parasitologi
Kedokteran:Helmintilogi Kedokteran. Jakarta:
Prestasi Pustaka.
Mengetahui
Surakarta, 30 November 2015
Asisten Praktikum
Praktikan
( )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar